Banyaknya laporan indikasi anggota Komisi Pemilihan Umum di daerah yang tidak independen dari kepentingan partai politik membuat KPU Pusat perlu segera menetapkan kode etik bagi seluruh penyelenggara pemilu. Keberadaan Dewan Kehormatan untuk memeriksa pelanggaran kode etik dapat menjadi alat bagi anggota KPU untuk membersihkan diri dari berbagai tuduhan.
Hal itu diungkapkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini, Selasa (16/9). Hingga kini Bawaslu banyak menerima laporan terkait pelanggaran etika anggota KPU provinsi maupun KPU kabupaten/kota.
Berbagai pelanggaran tersebut umumnya ditangani KPU secara lambat dengan hanya meminta klarifikasi dari anggota KPU maupun parpol tertuduh. Tidak ada proses hukum apa pun bagi mereka untuk membersihkan diri dari segala tuduhan dan memulihkan kredibilitasnya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, kode etik dibuat bersama antara KPU dan Bawaslu. Kode etik ini mengikat KPU hingga Panitia Pemungutan Suara serta Bawaslu hingga Pengawas Pemilu Lapangan.
Bawaslu sudah mengirimkan draf kode etik ke KPU sekitar tiga minggu lalu untuk ditetapkan melalui peraturan KPU. Namun, hingga kini Bawaslu belum mendapat tanggapan dari KPU.
”Bawaslu ingin membantu KPU menyelesaikan draf kode etik itu karena tak ada kepastian dari KPU. Padahal, laporan pelanggaran terus masuk,” katanya.
Menurut Nur Hidayat, kode etik pemilu lalu sebenarnya masih dapat digunakan karena asas dan semangat yang digunakan oleh penyelenggara pemilu tetap sama.
Secara terpisah, anggota KPU, Syamsulbahri, mengatakan, draf usulan kode etik penyelenggara pemilu ini sedang dalam proses dirapikan. Kode etik tersebut hanya perlu diplenokan bersama anggota KPU lainnya untuk ditetapkan sebagai peraturan KPU bersamaan dengan ditetapkannya peraturan tentang Dewan Kehormatan.
Peraturan tentang kode etik yang baru akan dilengkapi sanksi hukum atas pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu. Sanksi terberat yang dirancang adalah pemberhentian sebagai anggota KPU.
Selama menunggu kode etik baru selesai, lanjut Syamsulbahri, penyelenggara pemilu dapat menggunakan kode etik lama. Penegakan disiplin organisasi juga dapat tetap berjalan berdasarkan UU No 22/2007 yang telah mengatur kewajiban dan larangan bagi penyelenggara pemilu. (MZW)