Majalahukum.com – Istilah debt collector berasal dari bahasa Inggris. Secara harfiah, kata debt artinya utang dan kata collector artinya pengumpul atau dalam konteks ini berarti penagih. Sehingga dapat diartikan bahwa debt collector artinya penagih utang.
Secara umum, seperti dikutip dari situs Kementrian Keuangan (Kemenkeu) RI, debt collector disebut sebagai jasa penagihan di bidang perbankan. Debt collector adalah sekumpulan orang yang menjual jasa untuk menagih utang seseorang atau lembaga yang menyewa jasa mereka. Debt collector adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara kreditur dan debitur dalam hal penagihan kredit.
Bagaimana Aturan Hukum Debt Collector?
Sejauh ini, peraturan atau dasar hukum yang spesifik tentang debt collector memang masih belum ada. Meski begitu, seperti dilansir situs Kemenkeu RI, debt collector dalam melaksanakan jasa penagihan utang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) Nomor 14/17/DASP Tahun 2012 tentang Penagihan Utang Kartu Kredit.
Dalam SE tersebut, ketentuan penagihan utang adalah sebagai berikut :
Debt collector hanya boleh menagih utang macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kualitas kredit. Kategori utang macet adalah ketika keterlambatan cicilan sudah lebih dari 6 bulan.
Kualitas penagihan harus sesuai standar bank. Harus dipastikan kualitas penagihan yang dilakukan oleh debt collector mengikuti standar kualitas yang berlaku di bank.
Debt collector harus sudah memiliki pelatihan memadai.
Identitas debt collector harus jelas dan diadministrasikan oleh bank.
Bagaimana Etika Penagihan Utang Debt Collector?
Menurut Pasal 191 Peraturan BI (PBI) Nomor 23/6/PBI Tahun 2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), dalam melakukan penagihan wajib mematuhi pokok etika penagihan utang termasuk menjamin bahwa penagihan utang, baik yang dilakukan oleh PJP sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan (debt collector), dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, disebutkan bahwa penagih utang (debt collector) dilarang melakukan beberapa hal seperti dilarang mengancam, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, serta memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.
Sehingga dapat dipahami bahwa apa itu debt collector sebagai penagih utang keberadaannya tidaklah dilarang secara hukum di Indonesia. Meski begitu, dalam pelaksanaannya debt collector perlu mengikuti aturan yang berlaku dan tidak melakukan tindak kekerasan atau semacamnya.
Apa Ancaman Pidana Debt Collector?
Dilihat dari KUHP (Kitap Undang-Undang Hukum Pidana) megenai Tindakan yang dilakukan oleh Debt Collector dalam melakukan tugasnya bisa mengarah ke ancaman tindak pidana yang ancamannya bisa bermacam-macam, seperti sebagai berikut:
Penganiayaan pasal 351 ayat 1,2,3 KUHP, sanksi pidananya mulai yang ringan adalah penjara maksimum dua tahun delapan bulan (ayat 1). Pidana penjara 5 tahun (ayat 2). Pidana penjara maksimum 7 tahun ( ayat 3).
Penganiayaan berat dan penganiayaan berat yang menyebabkan matinya orang lain pasal 354 ayat 1 dan 2 KUHP, Sanksi pidannya adalah pidana maksimum 8 tahun (ayat 1). Dan pidana penjara maksimal 10 tahun (ayat 2).
Memperlakukan orang tidak menyenangkan pasal 335 ayat 1 dan 2 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana maksimum 1 tahun.
Pencurian dengan kekerasan pasal 365 ayat 1,2,3, dan 4 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 9 tahun (ayat 1). Pidana penjara maksimum 12 tahun (ayat 2). Pidana penjara 15 tahun(ayat 3). Diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu maksimum 20 tahun (ayat 4).
Pemerasan pasal 368 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 9 tahun.
Pengancaman pasal 369 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 4 tahun.
Pengancaman dimuka umum dilakukan bersama pasal 336 ayat 1 dan 2 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan (ayat 1). pidana penjara maksimum 5 tahun (ayat 2).
Penyerangan dengan tenaga bersama terhadap orang atau barang pasal 170 ayat 1 dan 2 KUHP, sanksi pidannya adalah pidana penjara maksimum 5 tahun 6 bulan (ayat 1). Pidana penjara maksimum 7 tahun (ayat 2 ke 1). Pidana penjara maksimum 9 tahun (ayat 2 ke 2). Pidana penjara maksimum 12 tahun (ayat 2 ke 3).
Turut serta dalam penyerangan atau perkelahian pasal 358 KUHP, sanksi pidannya adalah pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan (jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka berat), pidana penjara maksimum 4 tahun (jika akibatnya ada yang mati).
Penarikan/penyitaan sepihak secara paksa yang dilakukan oleh pihak Debt Collector mewakili (perusahaan), secara melawan hukum dapat dipidana, karena pihak Debt Collector tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penarikan/penyitaan sepihak, apalagi dalam penarikan/penyitaan tersebut pihak debt collector melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum yang mengarah ke suatu tindak pidana sebagaimana disebut di atas.
The post Mengenal Debt Collector Beserta Aturan Hukumnya first appeared on Majalah Hukum.