JAKARTA – Budi Gunadi Sadikin selaku Menteri Kesehatan (Menkes) mengklaim penghilangan mandatory spending alias kewajiban belanja dalam RUU Kesehatan yang sudah resmi disahkan menjadi UU tidak menutup kemungkinan anggaran kesehatan justru akan lebih besar dari sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, UU Kesehatan menghilangkan pasal aturan terkait mandatory spending alias wajib belanja. Dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, diatur besarannya 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD di luar gaji.
“Bisa lebih (dari ketentuan jumlah mandatory spending sebelumnya), aku bilang ya. Nanti akan keluar sebentar lagi analisanya. Misalnya, kita kan diminta 5 persen, anggaran kita dari Covid-19 itu 9 persen,” ujar Budi di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).
Budi menjelaskan penghapusan itu bertujuan agar mandatory spending diatur bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, namun berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah. Dengan demikian, program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal.
Budi menyebut fokus kepada program dilakukan sebagai bentuk efisiensi anggaran. Ia mengaku telah banyak menerima laporan kejadian penggunaan anggaran kesehatan yang tak tepat sasaran
Budi juga menjelaskan mekanisme pengajuan anggaran kesehatan dari daerah akan mengacu pada Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) yang akan dibuat setiap tahunnya dan akan dibahas bersama lembaga legislatif.
“Kalau saya lebih senang melihat outcome-nya, kita mau apa sih? Mau kematian anak dan ibu turun misalnya. Yaudah bikin programnya, programnya butuh anggaran berapa. Selama saya menjadi Menkes, tidak pernah saya tidak dikasih [anggaran] oleh bu Sri Mulyani [Menkeu], kalau anggaran jelas,” ujarnya.
The post Wajib Belanja di Hapus dalam RUU Kesehatan, Menkes Budi Gunadi : Pengajuan Bisa Lebih Besar first appeared on Majalah Hukum.