JAKARTA – Said Iqbal selaku Presiden Partai Buruh menyebutkan ribuan buruh akan melakukan unjuk rasa di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dan Istana Negara Jakarta, Rabu (21/6/2023) besok.
Aksi dilakukan bertepatan dengan sidang ketiga uji formil omnibus law UU Cipta Kerja yang diajukan Partai Buruh. Agenda sidang besok adalah mendengar keterangan presiden atau Pemerintah serta Pimpinan DPR RI.
“Kami berharap Presiden dan Pimpinan DPR RI hadir dalam persidangan uji formil ini. Menjelaskan secara langsung kepada rakyat Indonesia melalui persidangan di Mahkamah Konstitusi terkait dengan undang-udang yang telah merugikan kaum buruh, petani, dan elemen masyarakat kecil yang lain,” ujar Said Iqbal, Senin (19/6/2023).
Seruan agar Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 dicabut juga akan disuarakan dalam aksi ini. Karena faktanya, meski upah buruh dipotong 25 persen, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus saja terjadi.
“Jadi keberadaan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ibaratnya salah obat. Yang terjadi adalah order turun sehingga terjadi PHK, tapi kebijakannya potong upah. Ketika diberlakukan potong upah, maka daya beli akan turun. Daya beli turun konsumsi turun. Ketika konsumsi turun pertumbuhan ekonomi akan melambat dan dampaknya akan kembali terjadi PHK,” terangnya.
Berdasarkan data KSPI, beberapa perusahaan melakukan PHK besar-besaran. Seperti PT Nikomas Gemilang ter-PHK 3261 orang, PWI 1000 orang dan dalam proses PHK kurang lebih 3 ribu orang. Panarub sudah melakukan PHK 2.000 orang.
Kemudian PT Lawe di Bandung melakukan PHK 1.800 orang, dan masih ada berbagai perusahaan lain.
Tuntutan lain yang akan disuarakan adalah menuntut RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Mengingat RUU ini sudah 19 tahun. Bahkan Presiden Jokowi sudah berbicara agar segera dituntaskan. Tetapi hingga saat ini tak kunjung disahkan.
Masih terkait isu perburuhan, hal terakhir yang akan disuarakan oleh para buruh adalah tolak outsourcing hapus upah murah. Menurutnya, outsourcing adalah perbudakan modern (precarious work) atau sebagian di internasional menyebut casual work.
Iqbal mengungkapkan konsep ini banyak ditentang karena merupakan wujud dari modern slavery atau perbudakan modern.
Iqbal juga menjelaskan konsep outsourcing merugikan buruh karena bekerja kepada perusahaan melalui perantara agen. Salah satu petaka datang ketika buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Iqbal mengatakan buruh akan ditolak kedua pihak, baik perusahaan maupun agen, saat menuntut hak mendapatkan pesangon.
“Buruh itu manusia, bukan robot. Dia (buruh) juga ingin masa depan, harus dilindungi. Bagaimana anda bisa melindungi kalau bekerja di satu perusahaan, tapi tidak punya hubungan kerja dengan perusahaan itu, yang ada hanya agen outsourcing. Nah, agen outsourcing hanya menerima fee sehingga tidak mau bayar pesangon. Apa bedanya dengan perbudakan,” jelas Said Iqbal.
Terkait menolak upah murah, Iqbal melihat apabila dengan upah murah, maka buruh tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya yang mengakibatkan mereka terjebak pada kemiskinan struktural. Selain mendesak agar UU Cipta Kerja dicabut, dalam aksi ini para buruh juga menolak RUU Kesehatan.
Menurut Said Iqbal, RUU Kesehatan berpotensi menyebabkan komersialisasi terhadap layanan kesehatan. Di mana RUU ini mengatur mengenai urun biaya. Jadi ada beberapa penyakit yang biayanya tidak sepenuhnya ditanggung BPJS Kesehatan, yang tentunya akan memberatkan pasien. RUU Kesehatan hanya melindungi rumah sakit dan membuka ruang komersialisasi medis.
“Hal lain yang dipersoalkan dari RUU Kesehatan adalah menempatkan BPJS di bawah kementerian. Padahal seharusnya, jaminan sosial langsung di bawah presiden. Karena dana BPJS adalah uang buruh dan rakyat, bukan dana APBN yang bisa dikelola kementerian,” pungkas Said Iqbal.
The post Presiden Diminta Hadiri Uji Formil Omnibus Law di MK first appeared on Majalah Hukum.