Sedikitnya 16 elemen masyarakat di Sumatera Utara yang tergabung dalam Kelompok Kerja Masyarakat Sipil Sumatera Utara kembali mendesak pemerintah untuk meratifikasi International Criminal Court atau Mahkamah Pidana Internasional pada tahun ini sesuai Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2004-2009.
Desakan dilakukan mengingat tahun 2008 kurang dari lima bulan lagi, sementara pada tahun 2009 nanti DPR akan sibuk dengan pemilu sehingga muncul kekhawatiran ratifikasi ICC akan tersingkir dari agenda sidang.
Diah Susilowati dari Kelompok Kerja Masyarakat Sipil Sumatera Utara, Jumat (15/8), mengatakan, meski sudah dibentuk pengadilan HAM sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000, hal itu belum mampu memenuhi keadilan untuk korban pelanggaran HAM.
Pelaku yang diadili kebanyakan hanya pelaku lapangan yang di tingkat kasasi kemudian dibebaskan, seperti kasus Tanjung Priok dan Abepura. Di Sumatera Utara, kasus serupa terjadi pada kasus Gebang Berdarah, Indo Rayon, dan Tragedi Nommensen.
Direktur Jenderal HAM Harkristuti Harkrisnowo yang dihubungi dari Medan mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah menyelesaikan naskah akademik ratifikasi ICC.
”Tidak perlu didesak karena sesuai Ranham 2004-2009 ratifikasi akan dilakukan tahun ini. Kami baru saja menyelesaikan draf akademik. Tugas saya hanya di draf akademik, kalau proses politiknya di DPR untuk menjadi UU saya tidak bisa menjawab,” kata Harkristuti.
Ahli hukum Universitas Padjadjaran Rudi Rizky yang hadir di Medan dalam workshop Statuta Roma mengatakan, secara personal beberapa anggota DPR sudah menyatakan dukungannya.
Akan tetapi, proses politik di DPR sendiri memang tidak bisa diprediksi.
”Tahun ini merupakan momentum politik yang baik. Jika mundur ke tahun 2009, hiruk-pikuk proses politik membuat ratifikasi bukan prioritas lagi,” imbuh Rudi.
Menurut Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Mugiyanto, ratifikasi ini akan menjadi langkah awal perbaikan penanganan kasus pelanggaran HAM di Indonesia agar kasus-kasus yang pernah terjadi tidak terulang kembali pada masa mendatang.
”Ini lebih untuk anak cucu kita,” kata Mugiyanto. Sejauh ini sudah ada 108 negara di dunia yang meratifikasi ICC. (WSI)
sumber : kompas