Beranda Artikel Pengertian Akta Perdamaian (Van Dading)

Pengertian Akta Perdamaian (Van Dading)

Akta Perdamaian, atau dikenal dalam istilah Belanda sebagai akte van dading, adalah bentuk kesepakatan tertulis antara dua pihak atau lebih yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa mereka secara damai, baik dalam proses pengadilan maupun di luar pengadilan. Dalam perkara perdata, akta ini menjadi bagian dari mekanisme penyelesaian sengketa non-litigasi atau semi-litigasi. Jika dibuat dalam rangka penyelesaian sengketa yang sudah diajukan ke pengadilan, akta ini kemudian diajukan kepada hakim untuk disahkan dalam bentuk putusan perdamaian (putusan dading) yang bersifat final dan berkekuatan hukum tetap.

Dasar Hukum Akta Perdamaian

  1. Pasal 1851 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek):

“Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan saling memberi, saling menjanjikan atau menahan diri dari suatu, mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah suatu perkara yang akan timbul.”

  1. Pasal 1852 KUH Perdata:

“Perdamaian tidak dapat dibatalkan atas alasan adanya kekeliruan mengenai hukum atau atas dasar alasan-alasan yang menjadi dasar untuk pembatalan perjanjian secara umum, kecuali karena penipuan atau paksaan.”

  1. Pasal 130 HIR / Pasal 154 RBg:

Hukum Acara Perdata memberi dasar eksplisit mengenai putusan berdasar perdamaian:

“Jika pada hari yang ditentukan, kedua belah pihak menghadap dan menyatakan kepada Ketua bahwa mereka telah berdamai, maka perdamaian mereka itu dituangkan dalam suatu putusan oleh Ketua Pengadilan.”

  1. Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan:

Mengatur mediasi sebagai bagian dari proses persidangan dan menyebut bahwa hasil kesepakatan damai dapat dijadikan dasar putusan dading oleh hakim.

Syarat Sahnya Akta Perdamaian

Agar akta perdamaian sah dan dapat diberlakukan secara hukum, harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  1. Kesepakatan Para Pihak yang Cakap Hukum:

Para pihak yang membuat perdamaian harus memiliki kewenangan hukum untuk mengikatkan diri dan tidak berada dalam kondisi yang menyebabkan cacat kehendak (misal karena tekanan atau tipu muslihat).

  1. Adanya Objek Sengketa yang Jelas:

Perdamaian hanya sah jika menyangkut sengketa yang nyata dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum (bukan fiktif atau bertentangan dengan hukum/ketertiban umum).

  1. Dilakukan Secara Sukarela dan Tidak Bertentangan dengan Hukum:

Perjanjian perdamaian harus dilakukan atas dasar kehendak bebas, bukan karena intimidasi, dan isi kesepakatan tidak boleh bertentangan dengan hukum atau melanggar kepentingan publik.

  1. Dituangkan dalam Bentuk Tertulis:

Akta perdamaian biasanya dituangkan dalam bentuk akta otentik (melalui notaris atau hakim) atau di bawah tangan yang kemudian dimintakan pengesahan ke pengadilan.

Prosedur Pengesahan Akta Perdamaian Melalui Pengadilan

  1. Pernyataan Perdamaian di Sidang:

Para pihak yang bersengketa menyampaikan kepada hakim bahwa mereka telah mencapai kesepakatan damai, biasanya di awal sidang atau setelah proses mediasi.

  1. Pemeriksaan Hakim atas Isi Kesepakatan:

Hakim akan memeriksa apakah isi perdamaian sah, tidak bertentangan dengan hukum dan etika, serta tidak merugikan pihak ketiga.

  1. Putusan Perdamaian (Dading):

Jika hakim menyetujui isi perjanjian, maka dibuatlah putusan dading, yaitu putusan yang menyatakan bahwa perkara telah diselesaikan melalui perdamaian dan tidak dapat diajukan banding maupun kasasi (final dan mengikat).

  1. Eksekusi Apabila Dilanggar:

Apabila salah satu pihak tidak menaati isi perdamaian, pihak lainnya dapat mengajukan permohonan eksekusi karena putusan dading bersifat executorial, seperti halnya putusan biasa.

Fungsi dan Keuntungan Akta Perdamaian

Akta perdamaian sangat penting dalam praktik hukum karena memberikan jalan keluar yang efisien, hemat biaya, dan bersifat win-win solution bagi para pihak yang bersengketa. Dengan pengesahan pengadilan, perdamaian menjadi putusan yang tidak dapat diganggu gugat. Selain itu, akta perdamaian dapat menghindarkan para pihak dari dampak psikologis maupun reputasional dari proses pengadilan yang berkepanjangan.

Akta ini juga dapat digunakan sebagai alat bukti dalam sengketa hukum selanjutnya dan menjadi dasar permohonan eksekusi apabila salah satu pihak ingkar janji.

Kesimpulan

Akta Perdamaian (Van Dading) adalah mekanisme hukum yang mendorong penyelesaian sengketa secara damai dan efisien. Dengan dasar hukum kuat dari KUH Perdata, HIR, dan peraturan MA, akta ini memiliki kedudukan hukum yang setara dengan putusan pengadilan. Namun, untuk memperoleh kekuatan eksekutorial, akta tersebut harus diformalkan melalui pengadilan. Dalam praktiknya, akta ini adalah wujud nyata dari prinsip “perdamaian diutamakan” (peace over litigation), sebagaimana ditekankan Mahkamah Agung melalui PERMA No. 1 Tahun 2016.

(Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., M.M., Advokat & Konsultan Hukum Perdata Pertanahan Simamora)